Don't be thinking of unnecessary things. Win today's game! Think only about that

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

[REVIEW] Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela





Aku mulai membaca novel Totto-chan ketika berada di bangku kelas 9. Seorang guru fisika yang baik dan pintar pernah membawa buku itu, dan saat itu aku hanya sebatas tahu judulnya. Entah ingin menyamakan daftar buku bacaanku dengan sang guru (aku menghormati guru itu sampai sekarang) atau bagaimana, aku mulai menyelami kisah masa kecil Tetsuko Kuroyanagi.

Pepatah don’t judge book by its cover mungkin tak berlaku untuk buku ini. Karena menurutku covernya terlihat menarik, dengan warna putih dan pink yang mendominasi. ‘Covernya cantik sekali,’ pikirku saat melihat tumpukan buku itu di toko buku. Dan karena aku membeli versi hard cover, kondisi fisiknya masih baik dan sekarang masih tersimpan rapi di rak buku meski sudah bertahun-tahun dibeli.

Cerita bermula saat Totto-chan (panggilan akrab Tetsuko) dikeluarkan dari sekolahnya karena para guru menganggap ia sebagai ‘anak nakal’. Cap ‘anak nakal’ bisa melekat pada diri Totto-chan muda saat itu karena anak itu lebih memilih mengobrol dengan pengamen jalanan melalui jendela kelas ketimbang mendengarkan pelajaran dari ibu guru. (Kejadian  ini berakhir dengan semua anak di kelas berkumpul di depan jendela dan mendengarkan para pengamen bernyanyi.) Ia juga terlalu sibuk mengutak-atik meja barunya di kelas, dan pada akhirnya mengacaukan suasana kelas. Atau bicara pada sepasang burung wallet yang tengah membuat sangkar di pohon di luar kelas!

Ia lari ke tempat Mama menunggu sambil berteriak, “Aku ingin jadi penjual karcis!”
Mama tidak kaget. Dia hanya berkata, “Kukira kau ingin jadi mata-mata.”

Beruntung Totto-chan punya ibu yang sangat mengerti keadaan putrinya. Pikirnya, putriku akan menderita tekanan batin kalau tahu ia sudah dikeluarkan dari sekolah. Anak itu tidak tahu kesalahannya! Dengan tegar Mama mulai membawa Totto-chan ke sekolah barunya. Sekolah dengan gerbong kereta sebagai ruang kelas dan kepala sekolah baik hati bernama Sosaku Kobayashi. Tomoe Gakuen.

Keseluruhan cerita perjalanan masa kecil Totto-chan membuat pembacanya tersenyum, geleng-geleng takjub, hingga menangis. Setiap chapternya bercerita setiap aksi Totto-chan dalam kondisi yang berbeda-beda. Gembira, semangat, haru, sedih.

“Totto-chan, kau benar-benar anak baik, kau tahu itu, kan?”

Kuroyanagi menjabarkan cerita yang ditulisnya dengan perspektif anak kecil. Bisa dibilang, wanita itu benaar-benar mengerti tentang anak-anak. Ia mengerti jalan pikiran anak yang polos dan berbeda dengan orang dewasa. Asal tahu saja, Kuroyanagi menulis bukunya saat berusia 49 tahun. Berapa banyak orang dewasa saat ini yang masih benar-benar ingat kejadian masa kecil mereka dan mengerti perasaan anak-anak?

Buku ini adalah terjemahan dari novel 窓ぎわのトットちゃん (Madogiwa no Totto-chan). Gaya bahasa novel terjemahan Jepang berbeda dengan buku terjemahan Inggris. Meski awalnya terdengar aneh, semuanya terbayar sudah dengan ceritanya yang manis dan menginspirasi.

Berbagai gagasan kritis terhadap metode pendidikan anak, terutama di Indonesia, berkecamuk di pikiran. Kisah ini mengajarkan pada orang dewasa bahwa anak-anak yang kerap dicap nakal oleh masyarakat sebenarnya hanya butuh ‘ruang’ untuk mengekspolarasi lingkungan sekitarnya. Anak-anak yang sering kali disebut ‘pecicilan’ akan tumbuh menjadi anak yang aktif dan percaya diri apabila mendapat metode pengajaran yang tepat, baik dari keluarga maupun sekolah.

”Bagaimana kalau kau pindah ke sekolah baru ? Mama dengar ada sekolah yang sangat bagus.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Mind to leave your impression about this post?